Hukum Taklifi Adalah : Pembagian dan Penjelasannya Dalam Ilmu Ushul Fiqhi

Hukum Taklifi Adalah : Pembagian dan Penjelasannya Dalam Ilmu Ushul Fiqhi – Apa yang di maksud dengan hukum takhlifi dalam ilmu Fiqhi agama Islam ?,Pada kesempatan ini Seputarpengetahuan.co.id akan membahasnya dan tentunya hal-hal lain yang juga melingkupinya.Mari kita simak bersama pembahasannya pada artikel di bawah ini untuk lebih dapat memahaminya.


Hukum Taklifi Adalah : Pembagian dan Penjelasannya Dalam Ilmu Ushul Fiqhi


Ushul Fiqh merupakan suatu disiplin ilmu yang membahas tentang berbagai metode yang digunakan oleh para mujtahid ketika menggali suatu syariat dari sumber yang sudah ada dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Atas dasar nash syar’i inilah para mujatahid mengambil illat yang kemudian menjadi dasar penetapan hukum dalam mencapai kemaslahatan yang menjadi tujuan utama adanya syariat ini.

Dalam kajian ushul fiqh ini kemudian hukum terbagi menjad dua pokok-pokok hukum, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi yaitu hukum yang menunutut kepada mukallaf memilih antara berbuat atau tidak, sedangkan hukum wadh’i adalah hukum yang ditetapkan pada sesuatu yang menjadi sebab bagi sesuatu yang lain, maksudnya apakah hukum itu menjadi syarat atau menjadi penghalang.

Dalam hukum taklifi maupun wadh’i terdapat istilah yang biasa disebut dengan objek hukum/mahkum fih, karena didalam peristiwa itu ada hukum seperti hukum wajib, sunah, mubah, makruh, hingga haram. Atau lebih mudahnya yaitu perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syari’ itu disebut mahkum fih, sedangkan seseorang yang dikenai khitob (tuntutan) Alloh SWT itulah yang disebut dengan mahkum alaih (mukallaf).

Dan perlu kita ketahui bahwa dalam kehidupan ini, kita sebagai umat muslim akan selalu berhubungan dan tidak pernah bisa terlepas dari hukum syar’i. Karena hukum syar’i akan terus melekat pada diri seorang muslim. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajarinya karena dengan mempelajarinya kita bisa tahu akan kewajiban- kewajiban kita sebagai umat muslim.


Hukum Islam

Perkataan hukum yang kita pergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata hukum (tanpa u antara huruf k dan m) dalam bahasa Arab atau “rule of law” dalam bahasa Inggris. Artinya, norma (norm) atau kaidah (rule) yakni ukuran, tolok ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda.

Sedangkan dalam hukum Islam, ada lima hukum atau kaidah yang dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia baik dibidang ibadah maupun di lapangan muamalah. Kelima jenis kaidah tersebut adalah al-ahkam al-khamsah atau penggolongan yang lima atau lima kualifikasi, yaitu;

  • dibolehkan (mubah, jaiz, ibahah)
  • dianjurkan (sunnah, mandub, mustahab)
  • tidak disukai (makruh)
  • wajib (wajib, fardh), hukum Islam dibedakan menjadi kewajiban perorangan (fardh’ain), seperti shalat dan puasa,
  • kewajiban kolektif (fardh kifayah), pemenuhan kewajiban ini oleh sejumlah individu membebaskan individu yang lain untuk melaksanakannya, seperti shalat jenazah dan jihad, dandilarang (haram) lawan dari halal atau segala sesuatu yang tidak dilarang.

Al-Ahkam Al-Khamsah

Ahkam berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata hukum dan khamsah artinya lima. Oleh karena itu, gabungan kedua kata dimaksud al-ahkam al-khamsah (baca: ahkamul khamsah) atau biasa juga disebut hukum taklifi.

Hukum taklifi adalah ketentuan hukum yang menuntut para mukallaf (aqil-baligh) atau orang yang dipandang oleh hukum cakap melakukan perbuatan hukum baik dalam bentuk hak, kewajiban, maupun dalam bentuk larangan.

Hukum taklifi dimaksud mencakup lima macam kaidah atau lima kategori penilaian mengenai benda dan tingkah laku manusia dalam hukum Islam, yaitu jaiz, sunnah, makruh, wajib dan haram.

Kadar kualitasnya mungkin naik dan mungkin pula menurun. Dikatakan naik, apabila suatu perbuatan dikaitkan dengan sunnah dan wajib. Dikatakan menurun, apabila suatu perbuatan dikaitkan dengan makruh dan haram. Semuanya tergantung pada bagaimana ‘illat (rasio) atau penyebabnya.


Hukum Taklifi dan Pembagiannya

Hukum taklifi, adalah tuntutan Allah SWT yang berkaitan dengan perintah untuk berbuat atau perintah untuk meninggalkan suatu perbuatan.Hukum taklifi ialah hukum yang menghendaki dilakukannya suatu perbuatan oleh mukallaf atau melarang mengerjakannya atau disuruh memilih antara melakukan atau meninggalkannya.

Hukum taklifi yakni perintah Allah SWT yang mendorong seseorang untuk memilih mengerjakannya atau melarangnya, atau memilih untuk mengerjakan atau meninggalkan.

Dengan demikian hukum taklifi ada lima macam yang termasuk dalam fikih sebagai ketentuan hukum, seperti wajib (ijab/perintah), mandub (nadb/anjuran), haram (tahrim/larangan), makruh (karahah/dibenci) dan mubah (ibahah/boleh). Penjelasan pembagian dari hukum takhlifi adalah sebagai berikut:

  • Ijab (الإيجاب)

Ijab tuntutan secara pasti dari syari’ untuk dilaksanakan dan tidak boleh (dilarang) ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai hukuman.Ijab ini memiliki artian melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-NYA, jika kita menyalai salah satunya maka kita dikenai hukuman atau siksa baik didunia maupun diakhirat kelak, dan apabila kita menjalankan seluruh perintah maka pahala adalah ganjaran kita, dengan kata lain sikapnya memaksa.

Ijab sendiri mempunyai makna yang sama dengan wajib namun ijab sendiri adalah penetapan hukumnya sedangkan wajib adalah hukum itu sendiri.

Misalnya dalam surat Al-Baqarah ayat 110 :

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٖ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ١١٠

Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”

  • Tahrim (التحريم)

Tahrim yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti,atau dengan kata lain tuntutan Allah sebagai Tuhan yakni kita sebagai hamba harus meninggalkan perbuatan karena sesuatu hal yang pasti. Tahrim sendiri memiliki makna dasar hukumnya dan haram produk dari hukum dari Tahrim.

Semisal dalam surat Al-An’am ayat 151:

قُلۡ تَعَالَوۡاْ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَيۡكُمۡۖ أَلَّا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗاۖ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُم مِّنۡ إِمۡلَٰقٖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَإِيَّاهُمۡۖ وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَۖ وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ١٥١

Artinya: “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”

  • Nadb (الندب)

Yaitu tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Seseorang tidak dilarang untuk meninggalkannya, karena orang yang meninggalkannnya tidak dikenai hukuman.Dengan kata lain Nadb ini perkara yang dianjurkan namun tidak memaksa karena jika dikerjakan akan mendapat pehala dan apabila ditinggalkan tidak dikenai hukuman.

Seperti contoh pada ayat Allah pada surat Al-Baqarah ayat 282:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ …

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…”.

Dimana jika seseorang bermuamalah secara tidak tunai (Hutang) untuk waktu yang telah disepakati mengembalikan barang/uang itu hendaknya ia menulisnya sebagai pengingat kalo ia sedang berhutang.

  • Karahah (الكراهة)

Yaitu tuntutan meninggalkan suatu perbuatan secara tidak pasti, ketidak pastian itu juga diambil dari indikator yang mengurangi tuntutan, sehingga beralih dari pengertian haram.Seseorang yang mengerjakan perbuatan yang dituntut untuk meninggalkan itu, tidak dikenai hukuman. Akibat dari tuntutan seperti ini disebut juga karahah dan perbuatan yang dituntut ditinggalkan itu disebut dengan makruh.

Dengan kata lain karahah ini seseorang dituntut untuk meninggalkan namun tidak secara paksa, namun anjuran yang lebih baik.

أبغض الحلال عند اللَّه الطلاق

Artinya: “perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah adalah talak.” (H.R. Abu Daud, Ibn Majah, Al-Baihaqi dan Hakim).

Disini sudah sangat jelas halal bagi manusia untuk melakukan talak, akan tetapi Allah SWT sangat membencinya, meskipun sudah dihalalkan tetapi talak sangat dibenci oleh Allah.

Hukum Taklifi Adalah : Pembagian dan Penjelasannya Dalam Ilmu Ushul Fiqhi

  • Ibahah (الإباحة)

Yaitu khitab Allah yang mengandung pilihan untuk berbuat atau tidak berbuat. Akibat dari dari Khitab Allah ini disebut juga dengan ibahah sedangkan secara perbuatan disebut mubah.Secara garis besar ibahah adalah tuntunannya sedangkan mubah adalah perilakunya.

Contoh dalam surat Al-jumu’ah ayat 10:

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠

Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Dalam penjelasan ayat diatas tidak ada tuntutan maupun larangan jadi bila dikerjakan tidak apa-apa dan jika ditinggalkan juga tidak mengapa.

Demikianlah ulasan dari Seputarpengetahuan.co.id tentang Hukum Taklifi , semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian. Terimakasih telah berkunjung dan jangan lupa untuk membaca artikel lainnya.

Daftar Isi