Runtuhnya Kerajaan Kediri : Sejarah dan Peninggalannya

Runtuhnya Kerajaan Kediri : Sejarah dan Peninggalannya – Kerajaan Kediri atau Kerajaan Kadiri atau Kerajaan panjalu adalah sebuah kerajaan yang ada di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan tersebut di kota Daha yang terletak di sekitar Kota Kediri Sekarang.Pada kali ini Seputarpengetahuan.co.id akan membahas tentang kisah runtuhnya kerajaan kediri.Mari kita simak bersama pembahasannya pada artikel di bawah ini untuk lebih dapat memahaminya.

Runtuhnya Kerajaan Kediri : Sejarah dan Peninggalannya


Kediri mendapatkan masa kejayaannya pada masa Raja Jayabaya. Sang Raja yang terkenal sakti mandraguna dan dapat mengatasi masalah dengan prediksinya yang dikenal selalu ‘waskita’ dan ‘ngerti sak durunge winarah’.Bahkan sampai sekarangpun banyak yang mengenal dan masih mempercayai apa yang dinamakan Jangka Jayabaya.

Keadaan menjadi berangsur-angsur berbalik sejak Raja Kediri diperintah oleh Raja Kertajaya sebagai penerus Raja Jayabaya. Saat itu masyarakat Kediri sebagai penganut Hindu yang taat diprovokasi oleh para agen-agen yang sengaja dikirimkan oleh Ken Arok dari Tumapel. Permainan Ken Arok sangat rapi sekali sehingga para ulama Hindu di Kediri tidak mengenali akan berita yang tersebar di masyarakat bahwa Kertajaya memerintahkan masyarakat untuk menyembahnya sebagai Dewa.

Para Brahmana Kediri menganggap bahwa sang raja Kertajaya telah melecehkan agama di saat itu. Beberapa kali upaya dilakukan untuk bicara dengan Kertajaya. Namun karena Kertajaya sendiri tidak merasa memerintahkan seperti itu, maka Kertajaya menanggapinya dengan anggapan bahwa itu semua tidak benar.

Merasa dipermainkan oleh Kertajaya, para Brahmana yang merasa membela keyakinannya menyusun kekuatan sendiri dengan merencanakan meminta bantuan kepada Tumapel yang saat itu merupakan daerah bawahan kerajaan Kediri. Pemimpin Tumapel adalah akuwu Ken Arok – setara camat saat ini – setelah Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, yaitu Akuwu sebelumnya.

Ken Arok menyambut baik keinginan para Brahmana untuk melawan Kertajaya, karena memang inilah yang diharapkannya. Para Brahmana saat itu melihat bahwa Ken Arok sangat berpihak kepada Brahmana dan ingin mengembalikan kemuliaan agama yang dianggap dilecehkan oleh Kertajaya saat itu.

Tahun 1254 tejadi peperangan antara Kertajaya dengan para Brahmana yang dibantu oleh Ken Arok dari Tumapel. Menurut kitab Negarakertagama, peperangan tersebut meletus di Desa Ganter. Peperangan akhirnya dimenangkan oleh pihak Tumapel bersama para Brahmana.

Namun di luar dugaan para Brahmana, ternyata niat baik Ken Arok membantu yang tadinya dikatakan berdasarkan atas keyakinan yang sama ternyata membawa misi terselubung, yaitu ingin memerdekakan Tumapel yang tadinya di bawah kekuasaan Kediri. Rencana Ken Arok yang memang sudah disusunnya jauh-jauh hari melibatkan emosi keagamaan para Brahmana ini berhasil dengan mulus. Ia mengadu domba para Brahmana dengan rajanya sendiri, yaitu Kertajaya. Kediri mengalami kemunduran sejak Kertajaya dikalahkan dan meninggal.

Ken Arok kemudian memproklamirkan kerajaan Tumapel dengan bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhum. Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakertagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.

Disinilah ambisi berdirinya kerajaan Singasari dibangun dengan memanfaatkan sebuah kelicikan pemberontakan yang mengambil sentimen agama saat itu di mana para Brahmana terpengaruh dan kemudian berani memberontak rajanya.

Setelah Ken Arok mengalahkan Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai Bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu Jayakatwang. Tahun 1292 Jayakatwang menjadi bupati geleng-geleng. Selama menjadi bupati, Jayakatwang memberontak terhadap Singosari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam di masa lalu dimana leluhurnya yaitu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok.

Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun. Hal itu terjadi karena adanya serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.

Pada tahun 1293, tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan datang untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan tersebut dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya kemudian bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menyerang Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang kalah dan setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.


Sejarah Awal Terbentuknya Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri merupakan salah satu dari beberapa kerajaan besar dan berpengaruh di nusantara. Kadiri atau juga dikenal dengan nama Panjalu merupakan kerajaan Jawa Timur di tahun 1042 sampai 1222 yang berpusat di Kota Daha yang sekarang merupakan Kota Kediri. Kota Daha sendiri sudah ada sebelum Kerajaan Kediri didirikan dan Daha merupakan singkatan dari Dahanapura yang memiliki arti kora api. Ini bisa dilihat dari sebuah prasasti Pamwatan dari Airlangga pada tahun 1042.

Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan putusan Raja Airlangga selaku pemimpin dari Kerajaan Mataram Kuno yang terakhir. Dia membagi kerajaan menjadi dua bagian, yaitu menjadi Kerajaan Jenggala atau Kahuripan dan Panjalu atau Kediri.

Hal ini bermula pada tahun 1042. Kedua putra Raja Airlangga memperebutkan tahta kerajaan Mataram Kuno. Sehingga dengan terpaksa Raja Airlangga membelah kerajaan menjadi dua bagian.Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri Samarawijaya dan Kerajaan Jenggala diberikan kepada Mapanji Garasakan.

Sebagaimana termaktub dalam Prasasti Meaenga disebutkan Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji Garasakan diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya, Kerajaan Panjalu Kediri berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.

Kedua kerajaan ini dipisahkan dengan dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya agar tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala atau Kahuripan terdiri atas Malang dan wilayah Delta Sungai Brantas.

Secara terperinci, wilayah Kerajaan Jenggala bermula dari pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, dan Ibu Kotanya Kahuripan. Sedangkan Kerajaan Panjalu atau Kediri meliputi wilayah Kediri, Madiun, dan Ibu Kotanya Daha.


Silsilah Raja Kerajaan Kediri

Berikut dibawah ini terdapat beberapa silsilah kerajaan kediri, antara lain:

  • Raja Sri Jayawarsa

Hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahannya Raja Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada Raja. Dari prasasti itu diketahui Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya kepada masyarakat (rakyat) dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

  • Raja Bameswara (1117M)

Banyak meninggalkan Prasasti seperti yang ditemukan didaerah Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah keagamaan sehigga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.

  • Raja Jayabaya (1135-1157M)

Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Sukses gemilang Kerajaan kediri didukung oleh tampilnya cendekiawan terkemuka Empu Sedah, Panuluh, Darmaja, Triguna dan Manoguna. Mereka adalah jalma sulaksana, manusia paripurna yang telah memperoleh derajat oboring jagad raya. Di bawah kepemimpinan Prabu Jayabaya, Kerajaan kediri mencapai puncak peradaban terbukti dengan lahirnya kitab-kitab hukum dan kenegaraan sebagaimana terhimpun dalam kakawin Baratayuda, Gathutkacasraya, dan Hariwangsa yang hingga kini merupakan warisan ruhani bermutu tinggi.

Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang sangat mengagumkan (Gonda, 1925 : 111). Kerajaan yang beribukota di Dahono Puro bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau. Pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi. Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar sehingga kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja.

Prabu Jayabaya memerintah antara 1130-1157 M. Dukungan spi­ritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintah­an tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa. Kalau rakyat kecil hingga saat ini ingat pada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakannya selalu bijaksana dan adil terhadap rakyatnya.

Di samping sebagai raja besar. Raja Jayabaya juga terkenal sebagai ahli nujum atau ahli ramal. Ramalan-ramalannya dikumpulkan dalam sebuah kitab Jongko Joyoboyo.Dalam ramalannya, Raja Jayabaya menyebutkan beberapa hal seperti ratu adil yang akan datang memerintah Indonesia.

  • Raja Sri Saweswara

Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu , semua makhluk adalah engkau . Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan , segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.

  • Raja Sri Aryeswara

Sri Aryeswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik takhta. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 maret 1171. Lambang kerajaan Kadiri saat itu adalah Ganesha. Tidak diketahui pula kapan ia pemerintahannya berakhir. Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.

  • Raja Sri Gandra

Masa pemerintahan Raja Gandra (1181 M) dapat diketahui dari Prasasti Jaring, yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti nama gajah, kebo dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.

  • Raja Sri Kameswara

Pada masa pemerintahan Raja Kameswara (1182-1185 M), seni sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di antaranya Empu Dharmaja mengarang Smaradhana. Bahkan pada masa pernerintahannya juga dikenal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.

  • Raja Sri Kertajaya (1190-1222 M)

Merupakan raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan Dandang Gendis. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun.

Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah oleh Ken Arok. Mengetahui hal ini. Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu. Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di dekat Ganter (1222 M). Dalam pertempuran itu pasukan dari Kediri berhasil dihancurkan. Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri (namun nasibnya tidak diketahui secara pasti). Kekuasaan Kerajaan Kediri berakhir dan menjadi daerah bawahan Kerajaan Tumapel.


Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Tak banyak yang diketahui mengenai peristiwa di masa-masa awal Kerajaan Kediri. Raja Kameswara (1116-1136) menikah dengan Dewi Kirana, puteri Kerajaan Janggala. Dengan demikian, berakhirlah Janggala kembali dipersatukan dengan Kediri. Kediri menjadi kerajaan yang cukup kuat di Jawa. Pada masa ini, ditulis kitab Kakawin Smaradahana oleh Mpu Dharmaja, yang dikenal dalam kesusastraan Jawa dengan cerita Panji. Demikian pula Mpu Tanakung mengarang kitab Kakawin Lubdaka dan Wertasancaya

Raja terkenal Kediri adalah Jayabaya (1135-1159). Jayabaya di kemudian hari dikenal sebagai “peramal” Indonesia masa depan. Pada masa kekuasaannya, Kediri memperluas wilayahnya hingga ke pantai Kalimantan. Pada masa ini pula, Ternate menjadi kerajaan subordinat di bawah Kediri. Waktu itu Kediri memiliki armada laut yang cukup tangguh. Beliau juga terkenal karena telah memerintahan penggubahan Kakawin Bharatayuddha, yang diawali oleh Mpu Sedah dan kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh.

Raja Kertajaya yang memerintah (1185-1222), dikenal sebagai raja yang kejam, bahkan meminta rakyat untuk menyembahnya. Ini menyebabkan ia ditentang oleh para brahmana. Kertajaya adalah raja terakhir dari kerajaan Kadiri.

Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membuka lebih banyak tabir misteri.

Runtuhnya Kerajaan Kediri : Sejarah dan Peninggalannya

Kehidupan Masyarakat Kerajaan Kediri

Kediri merupakan Kerajaan agraris maritim. Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan dan pertanian untuk masyarakat yang hidup di daerah pedalaman. Sedangkan yang berada di pesisir hidupnya bergantung dari perdagangan dan pelayaran. Mereka telah mengadakan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya. Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra. Kerajaan Kediri cukup makmur, hal ini terlihat pada kemampuan Kerajaan yang memberikan penghasilan tetap pada para pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi.

Keterangan tersebut berdasarkan kitab Chi-fan-Chi (1225) karya Chau Ju-kua mengatakan bahwan Su-ki-tan yang merupakan bagian dari She-po(Jawa) telah memiliki daerah taklukkan. Para ahli memperkirakan Su-ki-tan adalah sebuah Kerajaan yang berada di Jawa Timur, dan yang tak lain dan tak bukan adalah Kerajaan Kediri. Mungkin juga Su-ki-tan sebagai kota pelabuhan yang telah dikenal para pedagang dari luar negeri, termasuk Cina.

Pemerintahannya sangat memperhatikan keadaan rakyatnya sehingga pertanian, perdagangan dan peternakan mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan, yaitu :

  • Golongan masyarakat pusat (kerajaan) : masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
  • Golongan masyarakat tani (daerah) : golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah tani (daerah).
  • Golongan masyarakat nonpemerintah : golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintahan secara resmi atau masyarakat wiraswasta.

Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat meningkat, masyarakat hidup tenang. Dalam kitab Ling-wai-tai-ta (1178) karya Chou-Ku-fei yang menerangkan bahwa orang-orang Kediri memakai kain sampai lutut, rambutnya di urai, rumah-rumah telah teratur dan bersih, lantai ubinnya berwarna hijau dan kuning. Pertanian dan perdagangan telah maju, orang-orang yang salah didenda dengan emas. Pencuri dan perampok dibunuh, telah digunakan mata uang perak, orang sakit tidak menggunakan obat tapi memohon kesembuhan pada Dewa atau kepada Buddha.

Tiap bulan ke-5 diadakan pesta air, alat musik yang digunakan berupa seruling, gendang, dan gambang dr kayu. Dengan kehidupan masyarakatnya yang aman dan damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni sastra terutama Jawa kuno. Namun, karya-karya sastra pada masa Kerajaan Kediri kurang mengungkap keadaan pemerintahan dan masyarakat pada zamannya. Pada masa Kameswara perkembangan karya sastra mencapai puncak kejayaannya.

Kehidupan Budaya

Abad ke-12 M memiliki arti yang sangat penting dalam masa selanjutnya. Kerajaan Kediri banyak meninggalkan pelajaran untuk mengembangkan kerajaannya diantaranya :

  • Suatu negara bisa maju jika kondisi ekonomi stabil.
  • Keadaan politik harus stabil agar kekuatan bangsa tidak kurang.
  • Kehidupan kebudayaan harus diperluas, untuk menambah keyajaan bangsa.

Adapun karya sastra yang dihasilkan pada masa kereajaan Kediri, yaitu :

  • Kresnayana, dari zaman pemerintahan Raja jayawarsa.
  • Bharatayuda, karangan Empu sedah dan Empu Panuluh.
  • Arjuna Wiwaha, karangan Empu Kanwa.
  • Hariwangsa, karangan Empu Panuluh.
  • Bhamakarya, pengarangnya tidak jelas.
  • Smaradhana, karangan Empu Dharmaja.
  • Wartasancaya dan Lubdhaka karangan Empu Tanakung

Kehidupan Politik

Masa pemerintahan Mapanji Garasakan tidak lama, kemudian ia digantikan oleh Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Selanjutnya, Mapanji Alanjung digantikan oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus terjadi antara Jenggala dan Panjalu membuat tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut selama 60 tahun hingga muncul nama Raja Bameswara (1116-1135 M) dari Kediri.

Saat itu, ibukota Panjalu berpindah dari Daha ke kediri sehingga kerajaan ini dikenal dengan Kerajaan Kediri. Pada masa pemerintahan Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang disebut dengan Candrakapala. Setelah raja Bameswara turun tahta, lalu digantikan oleh Jayabaya dan pada masa pemerintahannya ia berhasil mengalahkan Jenggala. Setelah Jayabaya , raja kediri terus berganti.

Pada 1019 M, Airlangga dinobatkan sebagai Raja Medang Kemulan. Saat memerintah ia berhasil mengembalikan kewibaan kerajaan tersebut. Ia memindahkan pusat pemerintahan ke Kahuripan dan berhasil membawa kerajaan ke puncak kejayaan. Namun menjelang masa hidupnya, Airlangga memutuskan mundir dari pemerintahan dan menjadi seorang petapa yang dikenal dengan Resi Gentayu.

Tahta yang harusnya jatuh ke seorang putri bernama Sri Sanggramawijaya yang lahir dari permaisuri, namun kerena memilih menjadi pertapa, tahta berpindah pada putra Airlangga yang lahir dari seorang selir. Untuk menghindari perang saudara, Kerajaan dibagi menjadi dua yaitu Kerajaan Jenggala (Kahuripan) dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Akan tetapi, usaha tersebut gagal. Justru kedua kerajaan tersebut saling berperang dengan berhakhir kekalaha Jenggala lalu keduanya dipersatuikan kembali oleh pemerintahan kerajaan kediri.

Kehidupan Ekonomi

Kerajaan kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Karena memiliki tanah yang subur banyak masyarakat pedalaman bermata pencaharian petani dengan hasil pertanian yang melimpah.

Sedangkan masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup melalui perdagangan dan pelayaran. Saat itu perkembangan keduanya sangat pesat bahkan pedagang kediri telah memiliki hubungan dagang dengan Maluku dan sriwijaya.


Peninggalan Kerajaan Kediri


Peninggalan Prasasti

Sumber sejarah kerajaan Kediri dapat di telusuri dari beberapa prasasti dan berita asing di antaranya :

  • Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atas Jenggala.
  • Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
  • Prasasti Sirah Keting (1104 M), memuat pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Jayawarsa.
  • Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono berisi masalah keagamaan , berasal dari raja Bameswara.
  • Prasasti Ngantang (1135M), menyebutkan raja Jayabaya yang memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang bebas dari pajak.
  • Prasasti Jaring (1181M), dari raja Gandra yang memuat sejumlah nama pejabat dengan menggunakan nama hewan seperi Kebo Waruga dan Tikus Jinada.
  • Prasasti Kamulan (1194M) , memuat masa pemerintahan Kertajaya , dimana Kediri berhasil mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana Katang-Katang.
  • Candi Penataran : Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
  • Candi Gurah : Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun karena kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali.
  • Candi Tondowongso : Situs Tondowongso merupakan situs temuan purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957. Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat.Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
  • Arca Buddha Vajrasattva : Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
  • Prasasti Galunggung : Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi prasasti.
  • Candi Tuban : Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon – ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan kawasan candi yang dianggap angker.Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500 meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek.Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka kira – kira setengah sampai satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jika sang laki – laki dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
  • Prasasti Panumbangan : Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
  • Prasasti Talan : Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi). Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap.Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.

Peninggalan Kitab

Pada zaman kerajaan kediri perkembangan karya sastra seperti kitab. Berikut beberapa kitab peninggalan kerajaan Kediri, diantaranya seperti:

  • Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
  • Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
  • Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
  • Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.
  • Kitab Samanasantaka karangan Empu Monaguna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkenal untuk Begawan Trenawindu.
  • Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
  • Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.

Demikianlah ulasan dari Seputarpengetahuan.co.id tentang Runtuhnya Kerajaan Kedirisemoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian. Terimakasih telah berkunjung dan jangan lupa untuk membaca artikel lainnya.

Daftar Isi