Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit : Sejarah Awal dan Peninggalannya

Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit : Sejarah Awal dan Peninggalannya – Bagaimanakah Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit ?Pada kesempatan ini Seputarpengetahuan.co.id akan membahas Kerajaan Majapahit dan hal-hal yang melingkupinya.Mari kita simak bersama pembahasannya pada artikel di bawah ini untuk lebih dapat memahaminya.

Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit : Sejarah Awal dan Peninggalannya


Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hiundu Budha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Kakawinan Negarakertagama, kekuasaan majapahit meliputi Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan hingga Indonesia Timur, meskipun wilayah kekuasaan masih diperdebatkan.

Kehidupan Politik Di Tiap Masa Pemerintahan

Kehidupan politik di Kerajaan Majapahit dilihat pada masa pemerintahan raja-raja berikut ini :

Raden Wijaya (1293–1309)

Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit pertama pada tahun 1293 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra yang bernama Jayanegara, sedangkan dari Gayatri, Raden Wijaya mempunyai dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.

Para pengikut Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, diberi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada saja yang tidak puas dengan kedudukan yang diperolehnya. Hal ini menimbulkan pemberontakan di sana-sini. Pemberontakan pertama terjadi pada tahun 1295 yang dilakukan oleh Rangga Lawe (Parangga Lawe) Bupati Tuban. Rangga Lawe memberontak karena tidak puas terhadap kebijaksanaan Kertarajasa yang dirasa kurang adil. Kedudukan Patih Majapahit seharusnya diberikan kepadanya. Namun, oleh Kertarajasa kedudukan itu telah diberikan kepada Nambi (anak Wiraraja). Pemberontakan Rangga Lawe dapat ditumpas dan ia tewas oleh Kebo Anabrang. Lembu Sora, sahabat Rangga Lawe, karena tidak tahan melihat kematiannya, kemudian membunuh Kebo Anabrang. Peristiwa itu dijadikan alasan Mahapatih yang mempunyai ambisi politik besar di Majapahit menyusun strategi agar raja bersedia menghukum tindakan Lembu Sora. Lembu Sora membangkang perintah raja dan mengadakan pemberontakan pada tahun 1298–1300. Lembu Sora gugur bersama sahabatnya, Jurudemung dan Gajah Biru.

Susunan pemerintahan Raden Wiajaya tidak banyak berbeda dengan pemerintahan Singasari. Raja dibantu oleh tiga orang mahamenteri (i hino, i sirikan, dan i halu) dan dua orang pejabat lagi, yaitu rakryan rangga dan rakryan tumenggung. Pada tahun 1309 Raden Wiajay wafat dan didharmakan di Simping dengan Arca Syiwa dan di Antahpura (di kota Majapahit) dengan arca perwujudannya berbentuk Harihara (penjelmaan Wisnu dan Syiwa).

Sri Jayanegara (1309–1328)

Setelah Raden Wijaya mangkat, digantikan putranya yang bernama Kala Gemet dengan gelar Sri Jayanegara. Kala Gemet sudah diangkat sebagai raja muda (kumararaja) sejak ayahnya masih memerintah (1296). Ternyata, Jayanagara adalah raja yang lemah. Oleh karena itu, pada masa pemerintahannya terus dirongrong oleh sejumlah pemberontakan.

Pada tahun 1316 timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Nambi yang menjabat Rakryan Patih Majapahit. Nambi memusatkan kekuatannya di daerah Lumajang dan Pajarakan. Pemberontakan Nambi mendapat dukungan dari ayahnya (Wiraraja). Raja Jayanegara atas nasihat Mahapati memerintahkan Lumajang dan Pajarakan digempur sampai hancur. Terjadilah pertempuran sengit dan Nambi pun gugur.

Keadaan belum pulih, terjadi lagi pemberontakan Semi pada tahun 1318. Setahun kemudian (1319) terjadi pemberontakan Kuti. Semi dan Kuti adalah dua orang dari tujuh dharmmaputra. Pemberontakan inilah yang paling berbahaya karena Kuti berhasil menduduki ibu kota Kerajaan Majapahit. Jayanegara terpaksa melarikan diri dan mengungsi ke Badander di bawah perlindungan pasukan Bayangkara yang dipimpin oleh Gajah Mada.

Setelah raja dalam keadaan aman, Gajah Mada kembali ke Majapahit untuk melakukan pendekatan kepada rakyat. Ternyata masih banyak rakyat yang memihak raja dan Gajah Mada pun berhasil menanamkan rasa kebencian kepada Kuti. Dengan strategi yang jitu, Gajah Mada mengadakan serangan secara tiba-tiba ke pusat kerajaan. Pasukan Kuti dapat dihancurkan dan Kuti tewas dalam pertempuran itu. Setelah keadaan benar-benar aman, Jayanegara pulang ke ibu kota untuk meneruskan pemerintahannya. Karena jasanya yang besar, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Kahuripan. Dua tahun berikutnya, ia diangkat menjadi Patih Daha menggantikan Arya Tilan (1321).

Pada tahun 1328 terjadilah musibah yang mengejutkan. Raja Jayanegara dibunuh oleh Tanca (seorang tabib kerajaan). Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Peristiwa itu disebut Patanca. Jayanegara didharmakan di Candi Srenggapura di Kapopongan.

Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwarddhani (1328–1350)

Raja Jayanegara tidak berputra sehingga ketika baginda mangkat, takhta kerajaan diduduki oleh adik perempuannya dari ibu berbeda (Gayatri) yang bernama Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi Raja Majapahit dengan gelar Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwarddhani. Selama memerintah, Tribhuwanatunggadewi didampingi suaminya yang bernama Cakradhara atau Cakreswara yang menjadi raja di Singasari (Bhre Singasari) dengan gelar Kertawardhana. Berkat bantuan dan saran dari Patih Gajah Mada, pemerintahannya dapat berjalan lancar walaupun masih timbul pemberontakan.

Pada tahun 1331 timbul pemberontakan Sadeng dan Keta di daerah Besuki, tetapi dapat dihancurkan oleh pasukan Gajah Mada. Karena jasanya itu, Gajah Mada naik pangkat lagi dari Patih Daha menjadi Mahapatih Majapahit menggantikan Pu Naga. Setelah diangkat menjadi Mahapatih Majapahit, dalam suatu persidangan besar yang dihadiri oleh para menteri dan pejabat negara lainnya, Gajah Mada mengucapkan sumpah untuk menyatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit. Sumpahnya itu dikenal dengan nama Sumpah Palapa. Palapa berarti garam atau rempah-rempah yang dapat melezatkan berbagai masakan. Oleh karena itu, sumpah itu dapat diartikan bahwa Gajah Mada tidak akan makan palapa (hidup enak) sebelum berhasil menyatukan Nusantara.

Semula banyak pejabat negara yang menertawakannya, tetapi Gajah Mada sudah bertekad baja, bersemangat membara, dan maju terus pantang mundur. Gajah Mada mempersiapkan segala sesuatunya untuk mewujudkan sumpahnya, seperti prajurit pilihan, persenjataan, dan armada laut yang kuat. Setelah persiapannya matang, tentara Majapahit sedikit demi sedikit bergerak menyerang untuk menaklukkan wilayah kerajaan lain.

Pada tahun 1334 Bali berhasil ditaklukkan oleh Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dan Adityawarman. Adityawarman adalah seorang pejabat Majapahit keturunan Melayu dan berkedudukan sebagai werdhamantri dengan gelar Arya Dewaraja Pu Aditya. Setelah penaklukkan Bali, satu demi satu daerah di Sumatra, Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian (Papua) bagian barat berhasil ditundukkan dan mengakui kekuasaan Majapahit. Tugas besar itu tercapai pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Agar pengakuan kekuasaan Majapahit di Sumatra kekal, Adityawarman diangkat menjadi raja di Melayu menggantikan Mauliwarmadewa (1343). Adityawarman segera menata kembali struktur pemerintahan dan meluaskan daerah kekuasaannya hingga Pagarruyung–Minangkabau. Setelah itu, Adityawarman memindahkan pusat kerajaan dari Jambi ke Pagarruyung. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375.

Pada tahun 1372 Tribhuwanatunggadewi meninggal dan didharmakan di Panggih dengan nama Pantarapurwa.

Raja Hayam Wuruk (1350–1389)

Hayam Wuruk setelah naik takhta bergelar Sri Rajasanagara dan dikenal pula dengan nama Bhre Hyang Wekasing Sukha. Ketika Tribhuwanatunggadewi masih memerintah, Hayam Wuruk telah dinobatkan menjadi rajamuda (kumararaja) dan mendapat daerah Jiwana sebagai wilayah kekuasaannya. Dalam memerintah Majapahit, Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah Mada sebagai patih hamangkubumi.

Hayam Wuruk adalah raja yang cakap dan didampingi oleh patih yang gagah berani pula. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kebesaran. Wilayah kekuasaannya hampir seluas negara Indonesia sekarang. Bahkan, pengaruhnya terasa sampai ke luar Nusantara, yaitu sampai ke Thailand (Campa), Indocina, dan Filipina Selatan. Dengan kenyataan itu, berarti Sumpah Palapa Gajah Mada benar-benar terwujud sehingga seluruh pembesar kerajaan selalu hormat kepadanya. Kecuali sebagai seorang negarawan dan jenderal perang, Gajah Mada juga ahli hukum. Ia berhasil menyusun kitab Kutaramanawa yang digunakan sebagai dasar hukum di Majapahit.

Pada saat pemerintahan Raja Hayam Wuruk, ada satu daerah di Pulau Jawa yang belum tunduk kepada Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Kerajaan Sunda itu diperintah oleh Sri Baduga Maharaja. Gajah Mada ingin menundukkan secara diplomatis dan kekeluargaan. Kebetulan pada tahun 1357 Raja Hayam Wuruk bermaksud meminang putri Sri Baduga yang bernama Dyah Pitaloka untuk dijadikan permaisuri. Lamaran itu diterimanya. Dyah Pitaloka dengan diantarkan oleh Sri Baduga beserta prajuritnya berangkat ke Majapahit. Akan tetapi, ketika sampai di Bubat, Gajah Mada menghentikan rombongan pengantin. Gajah Mada menghendaki agar putri Kerajaan Sunda itu dipersembahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda tunduk Raja Sunda kepada Majapahit. Tentu saja maksud Gajah Mada itu ditentang oleh raja dan kaum bangsawan Sunda. Akibatnya, terjadilah pertempuran sengit yang tidak seimbang. Sri Baduga beserta para pengikutnya gugur, Dyah Pitaloka bunuh diri di tempat itu juga. Peristiwa itu terkenal dengan nama Perang Bubat.

Raja Wikramawardhana (1389–1429)

Setelah Raja Hayam Wuruk mangkat, terjadilah perebutan kekuasaan di antara putra-putri Hayam Wuruk. Kemelut politik pertama meletus pada tahun 1401. Seorang raja daerah dari bagian timur, yaitu Bhre Wirabhumi memberontak terhadap Raja Wikramawardhana. Raja Wikramawardhana adalah suami Kusumawardhani yang berhak mewarisi takhta kerajaan ayahnya (Hayam Wuruk), sedangkan Bhre Wirabhumi adalah putra Hayam Wuruk dari selir. Dalam kitab Pararaton, pertikaian antarkeluarga itu disebut Perang Paregreg. Pasukan Bhre Wirabhumi dapat dihancurkan dan ia terbunuh oleh Raden Gajah.

Raja Suhita (1429–1447)

Wikramawardhana wafat pada tahun 1429 dan digantikan oleh putrinya yang bernama Suhita. Penobatan Suhita menjadi Raja Majapahit dimaksudkan untuk meredakan pertikaian keluarga tersebut. Namun, benih balas dendam sudah telanjur tertanam pada keluarga Bhre Wirabhumi. Akibatnya, pada tahun 1433 Raden Gajah dibunuh karena dipersalahkan telah membunuh Bhre Wirabhumi. Hal itu menunjukkan bahwa pertikaian antarkeluarga Majapahit terus berlangsung.

Raja Raja Majapahit Terakhir

Pada tahun 1447 Suhita meninggal dan digantikan Dyah Kertawijaya. Ia hanya memerintah selama empat tahun (1447–1451) karena pada tahun 1451 meninggal dan didharmakan di Kertawijayapura. Apa yang diperbuat oleh raja tidak ada keterangan yang jelas.

Sepeninggal Kertawijaya, pemerintahan Majapahit dipegang oleh Bhre Pamotan dengan gelar Sri Rajawarddhana. Rajawarddhana juga disebut Sang Sinagara. Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa ia berkedudukan di Keling, Kahuripan. Ini lebih dikuatkan lagi oleh Prasasti Waringin Pitu yang dikeluarkan oleh Kertawijaya (1447).

Sepeninggal Rajawarddhana (1453), Kerajaan Majapahit selama tiga tahun (1453–1456) tidak mempunyai seorang raja. Pada tahun 1456 Majapahit diperintah oleh Bhre Wengker dengan gelar Girindrawardhana. Bhre Wengker adalah anak Bhre Tumapel Kertawijaya. Masa pemerintahannya berlangsung selama 10 tahun (1456–1466).

Masa Keruntuhan Kerajaan Majapahit

Berkembangnya agama Islam di pesisir utara Jawa yang kemudian diikuti berdirinya Kerajaan Demak mempercepat kemunduran Kerajaan Majapahit. Raja dan pejabat penting Demak adalah keturunan Raja Majapahit yang sudah masuk Islam. Mereka masih menyimpan dendam nenek moyangnya sehingga Majapahit berusaha dihancurkan. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1518–1521. Penyerangan Demak terhadap Majapahit itu dipimpin oleh Adipati Unus (cucu Bhre Kertabhumi).

Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit : Sejarah Awal dan Peninggalannya

Sejarah Awal Berdirinya Kerajaan Majapahit

Sebelum kerajaan Majapahit, Kerajaan Singasari merupakan kerajaan paling kuat di Jawa. Hal tersebut menjadi perhatian penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok yaitu Kubilai Khan, selanjutnya ia mengirimkan utusannya yang bernama Meng Chi ke Singasari untuk menuntut upeti, namun penguasaan kerajaan Singasari saat itu, Kertanagara menolak dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Mengetahui hal tersebut, Kubilai Khan marah dan mengirimkan ekspedisi besar ke Jawa pada tahun 1293.

Ketika Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang, Raden Wijaya (menantu Kertanegara) lari ke Madura. Atas bantuan Arya Wiraraja, ia diterima kembali dengan baik oleh Jayakatwang dan diberi sebidang tanah di Tarik (Mojokerto). Ketika tentara Kublai Khan menyerbu Singasari, Raden Wijaya berpura-pura membantu menyerang Jayakatwang. Namun, setelah Jayakatwang dibunuh, Raden Wijaya berbalik menyerang tentara Mongol dan berhasil mengusirnya. Setelah itu, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit (1293) dan menobatkan dirinya dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.

Pada waktu itu, adipati Kediri yaitu Jayakatwang berhasil menggulingkan dan membunuh Kartanagara.Ketika Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang, Raden Wijaya (menantu Kertanegara) lari ke Madura. Kemudian, Aria Wiraraja mengirimkan utusan ke Daha dengan membawa surat yang bersisi pernyataan bahwa Raden Wijaya telah menyerahkan diri dan ingin mengabdi pada Jayakatwang. Surat tersebut dibalas dengan senang hati lalu Raden Wijaya diberi hutan Tarik. Raden Wijaya kemudian membuka hutan tersebut dan membangun desa baru yang diberi nama Majapahit. Nama tersebut diambil dari buah maja dan pahit dari rasa buah tersebut.

Saat pasukan mongol tiba, Raden Wijaya bersekutu dengan pasukan mongol tersebut untuk bertempur menyerang Jayakatwang. Namun setelah behasil menggulingkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu mongol tersebut sehingga memaksa menarik pulang pasukan mongol karena itu kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang atau jika tidak mereka harus terpaksa menunggu 6 bulan lagi.

Menurut para Ahli, tanggal pasti berdirinya kerajaan Majapahit ini yaitu saat Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana pada tanggal 15 bulan kartika tahun 1215 Saka atau pada tanggal 10 November 1293.Kerajaan Majapahit terletak di Jawa Timur dengan ibukota berada di sebuah desa yang sekarang bernama Trowulan di Mojokerto.


Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit

Lokasi yang strategis dan menjadi pusat perdagangan di Jawa, Majapahit menjadi kerajaan dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang. Selain itu ada pula penduduk bermata pencaharian lain seperti pengrajin emas, pengrajin perak hingga tukang daging.

Komoditas Ekspor kerajaan majapahit yaitu berupa hasil alam seperti lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Sengakan komoditas impornya yaitu seperti mutiara, emas, perak, keramik, dan barang-barang dari besi.

Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan ekonomi kerajaan majapahit yaitu lembah sungai Brantas dan bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur yang sangat cocok untuk dijasikan sebagai lahan tanam padi dengan infrastruktur yang memudahkan seperti saluran irigasi.

Negara Kerajaan Majapahit bercorak agraris, karena aktivitas sebagian besar penduduknya bertumpu pada sektor pertanian. Komoditas utama yang dihasilkan antara lain beras dan rempah-rempah. Selain pertanian, kehidupan perekonomian Kerajaan Majapahit juga di menjalankan aktivitas perdagangan. Pelabuhan yang digunakan antara lain Tuban, Gresik, dan Surabaya dengan komoditas garam, lada, intan, cengkih, pala, kayu cendana, dan gading. Hanya saja, pedagang Majapahit bertindak sebagai pedagang perantara.

Kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh rakyat dan pemerintah Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut :

  • Di Pulau Jawa dititikberatkan pada sektor pertanian rakyat yang banyak menghasilkan bahan makanan.
  • Di luar Jawa, terutama bagian timur (Maluku), dititikberatkan pada tanaman rempah-rempah dan tanaman perdagangan lainnya.
  • Di sepanjang sungai-sungai besar berkembang kegiatan perdagangan yang menghubungkan daerah pantai dan pedalaman.
  • Di kota-kota pelabuhan, seperti Tuban, Gresik, Sedayu, Ujung Galuh, Canggu, dan Surabaya, dikembangkan perdagangan antarpulau dan dengan luar negeri, seperti Cina, Campa, dan India.
  • Dari kota-kota pelabuhan, pemerintah menerima bea cukai, sedangkan dari raja-raja daerah pemerintah menerima pajak dan upeti dalam jumlah yang cukup besar.

Perekonomian yang maju ini membuat rakyat hidup sejahtera dan keluarga raja beserta para pejabat negara lebih makmur lagi.


Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Majapahit

Meskipun Majapahit adalah kerajaan Hindu terbesar yang ada di Jawa, tetapi di dalamnya juga hidup agama Buddha dan Islam. Menurut Ma Huan, kehidupan masyarakat berjalan rukun dan damai. Kerukunan itu tersirat di dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular, ”Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma mangrua”. Untuk menjamin kehidupan keagamaan, dibentuklah dewan Dharmadhyaksa Kasaiwan (agama Syiwa Buddha), Dharmadhyaksa Kasogatan (agama Buddha). Dampak pengaturan kehidupan keagamaan tersebut adalah munculnya toleransi antarpemeluk agama.

Sebagai kerajaan yang besar, Majapahit mampu membangun beragam bidang kehidupan. Sisa-sisanya bisa kita temukan sekarang. Misalnya tempat pemandian atau petirtaan, gapura seperti candi bentar dan bajang ratu, candi Penataran (seni bangunan), patung perwujudan Raden Wijaya sebagai Syiwa dan Wisnu, patung Tribhuwana (seni patung), kitab Arjunawiwaha, kitab Kutaramanawa, kitab Ranggalawe, kitab Sorondaka (seni sastra).

Pada saat itu, kebudayaan penduduk Majapahit sudah sangat maju. Hal tersebut ditandai dengan perayaan keagamaan yang dirayakan setiap tahun. Sedangkan seni dan sastra yang sangat maju juga berperan dalam kehidupan budaya masyarakat Majapahit. Dari semua bangunan, tidak ada tiang-tiang yang luput dari ukiran halus dan warna yang indah.

Menurut seorang pendeta dari Italia yang bernama Mattiusi yang singgah ke Majapahit, ia melihat Majapahit yang sangat luar biasa. Istana raja sangat besar serta tangga dan bagian dalam ruangannya berlapis emas dan perak. Bahkan, menurutnya atapnya pun bersepuh emas.


Kehidupan Pemerintahan Kerajaan Majapahit

Pada masa pemerintahan Hayam wuruk, sistem pemerintahan kerajaan majapahit dan birokrasi berjalan teratur sesuai dengan pembagian yang telah dilakukan. Sistem Birokrasi kerajaan majapahit saat itu yaitu:

  • Raja dianggap sebagai jelmaan dewa dan berhal untuk memegang otoritas tertinggi dalam kerajaan.
  • Rakryan Mahamantri Kartini dijabat oleh putra raja.
  • Rakryan Mantri ri Pakiran-kiran atau dewan menteri yang mengatur pemerintahan. Didalamnya terdapat seorang pejabat yang setingkat dengan Perdana Menteri yang disebut dengan Rakryan Mahapatih atau Patih
  • Mangkhubumi. Adapula dewan pertimbangna dengan anggota sanak saudara raja yang disebut dengan Bhattara Saptaprabu.
  • Dharmadyaksa yaitu pejabat hukum pemerintahan
  • Dharmaupattati yaitu pejabat keagamaan.

Pembagian wilayah Kerajaan Majapahit yang dilakukan oleh Hayam Wuruk yaitu:

  • Bhumi yaitu kerajaan dengan dipimpin oleh raja
  • Nagara, setingkat provinsi dan dipimpim oleh rajya, natha atau bhre.
  • Watek, setingkat kabupaten dan dipimpin oleh Wiyasa
  • Kuwu, setingkak kelurahan dan dipimpin oleh lurah
  • Wanua, setingkat desa dan dipimpin oleh Thani
  • Kabuyutan, setingkat dukun dan tempat sakral.

Raja-Raja Kerajaan Majapahit

Berikut ini daftar nama raja yang pernah memerintah kerajaan Majapahit, diantaranya yaitu:

  • Raden Wijaya dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)
  • Kalagamet dengan gelar Sri Jayanagara (1309-1328)
  • Sri Gitarja dengan gelar Tribhuwana Wijayatunggadewi(1328-1350)
  • Hayam Wuruk dengan gelar Sri Rajasanagara (1350-1389)
  • Wikramawardhana (1389-1429)
  • Suhita dengan gelar Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447)
  • Kertawijaya dengan gelar Brawijaya I(1447-1451)
  • Rajasawardhana dengan gelar Brawijaya II (1451-1453)
  • Purwawisesa atau Girishawardhana dengan gelar Brawijaya III (1456-1466)
  • Bhre Pandansalas atau Suraprabhawa dengan gelar Brawijaya IV (1466-1468)
  • Bhre Kertabumi dengan gelar Brawijaya V (1468-1478)
  • Girindrawardhana dengan gelar Brawijaya VI (1478-1498)
  • Patih Udara (1498-1518)

Peninggalan Kerajaan Majapahit

Sistem Politik

Sistem politik kerajaan Majapahit masih digunakan di Indonesia. Beberapa simbol kerajaan Majapahit Negara Indonesia juga berasal dari Majapahit, seperti bendera merah putih yang berasal dari warna panji kerajaan Majapahit; Bendera armada kapal perang Indonesia berupa garis-garis merah dan putih juga berasal dari warna Majapahit. Selain itu, semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua merupakan slogan yang diambil dari kitab Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular.

Arsitektur

Majapahit berpengaruh banyak terhadap arsitektur di Indonesia bahkan hingga saat ini. Contohnya seperti bata merah yang hingga saat ini masih digunakan.
Lalu bentuk gerbang terbelah candi bentar yang dikaitkan dengan arsitektur Bali, merupakan peninggalan arsitek majapahit. Lalu Gapura Paduraksa yang beratap tinggi dan pendopo yang berlandaskan struktur bata juga masih terpengaruh arsitektur Majapahit.

Karya Sastra

Banyak karya sastra dari para ahli sastra kerajaan Majapahit. Selain itu, prasasti yang banyak ditemukan dan juga kitab karangan para ahli sastra sudah cukup menggambarkan perkembangan karya sastra saat masa pemerintahan kerajaan Majapahit.

Kitab Negarakrtagama, karangan Empu Prapanca. Isinya tentang keadaan kota Majapahit, daerah-daearah jajahan, dan perjalananan Hayam Wuruk keliling ke daerah-daerah.
Kitab Sotasoma, karangan Empu Tantular. Di dalam kitab ini terdapat ungkapan yang berbuny “Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa” yang kemudian dipakai sebagai motto negara kita.
Kitab Arjunawijaya karangan EmpuTantular. Isinya tentang raksasa yang dikalahkan oleh Arjuna Sasrabahu.
Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.

Candi

Banyak candi peninggalan Majapahit, seperti Candi Penataran (di Blitar), Candi Brahu, Candi Bentar (Waringin Lawang), Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, dan bangunan-bangunan kuno lainnya, seperti Segaran dan Makam Troloyo (di Trowulan).

Demikianlah ulasan dari Seputarpengetahuan.co.id tentang Kehidupan Politik Kerajaan Majapahitsemoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian. Terimakasih telah berkunjung dan jangan lupa untuk membaca artikel lainnya.

Daftar Isi