Qiyas : Pengertian, Rukun, Dalil, Unsur, Syarat dan Pembagiannya

Qiyas : Pengertian, Rukun, Dalil, Unsur, Syarat dan Pembagiannya – Apakah yang di maksud dengan Qiyas itu? Pada kesempatan ini Seputarpengetahuan.co.id akan membahasnya dan tentunya hal-hal lain yang juga melingkupinya.Mari kita simak bersama pembahasannya pada artikel di bawah ini untuk lebih dapat memahaminya.


Qiyas : Pengertian, Rukun, Dalil, Unsur, Syarat dan Pembagiannya


Pengertian qiyas secara etimologis kata “qiyas” berarti “qadar” artinya mengukur, membandingkan sesuatu dengan semisalnya. Hasby ash Sidieqy mengartikan qiyas secara bahasa yakni mengukur dan memberi batas. Menurut istilah ahli ushul ialah: “menghubungkan hukum sesuatu pekerjaan kepada yang lain, karena kedua pekerjaaan itu sebabnya sama yang menyebaban hukumnya juga sama”.

Qiyas menurut arti bahasa ialah penyamaan, membandingkan atau pengukuran, menyamakan sesuatu dengan yang lain. Pengertian Qiyas menurut para ulama ushul fiqh ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.

Redaksi yang berbeda di jelaskan oleh Sulaiman Abdullah mengenai istilah yang disampaikan oleh ahli ushul yakni:”qiyas adalah mempersamakan satu peristiwa hukum yang tidak ditentukan hukumnya oleh nash, dengan peristiwa hukum yang ditentukan oleh nash bahwa ketentuan hukumnya sama dengan hukum yang ditentukan nash.

Qiyas dalam bahasa Arab berasal dari kata “qasa, yaqisu, qaisan” artinya mengukur, menyamakan dan ukuran. Secara etimologi qiyas berarti pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan sejenisnya.

Qiyas juga berarti, membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.

Sedangkan menurut ulama’ ushul fiqih qiyas berarti menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.

Jadi qiyas merupakan mashodirul ahkam yang keempat setelah Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’. Yakni cara mengishtinbatkan suatu hukum dengan cara menganalogikan antara dua hal yang memiliki kesamaan illat tetapi yang satu belum ada ketentuan hukumnya dalam nash.

والسنة الكتاب من المتقدم خبر على الموافقة الدلائل طلب ما هو والقياس

Qiyas adalah metode berfikir untuk menemukan petunjuk makna yang sesuai dengan khabar yang sudah ada dalam al-Qur’an dan sunnah”.

Adapun cara mengoperasionalkan qiyas ini yakni dimulai dengan mengeluarkan hukum yang ada pada kasus yang disebutkan dalam nash, setelah itu kita teliti illatnya. Selanjutnya kita cari dan teliti illat yang ada pada kasus yang tidak disebutkan dalam nash, sama ataukah tidak. Jika sudah diyakini bahwa illat yang ada dalam kedua kasus tersebut ternyata sama maka kita menggunakan ketentuan hukum pada kedua kasus itu berdasarkan keadaan illat.


Unsur-Unsur Qiyas

Mengenai hakikat qiyas terdapat empat unsur (rukun) pada setiap qiyas, yaitu:

  • Suatu wadah atau hal yang telah ditetapkan sendiri hukumnya oleh pembuat hukum. Ini disebut“maqis alaihi” atau “ashal” atau “musyabah bihi”.
  • Suatu wadah atau hal yang belum ditemukan hukumnya secara jelas dalam nash syara. Ini disebut“maqis”atau”furu”atau”musyabbah”.
  • Hukum yang disebutkan sendiri pembuat hukum (syari) pada Ashal. Berdasarkan kesamaan ashal itu dengan furu,dalam illatnya para mujtahid dapat menetapkan hukum pada furu . ini disebut hukum ashal.
    Illat hukum yang terdapat pada ashal dan terlihat pula oleh mujtahid pada furu.

Dalil Hukum Qiyas

Dalam hal penerimaan ulama terhadap qiyas sebagai dalil hukum syara, Muhammad Abu Zahrah membagi tiga kelompok, yaitu:

    • Kelompok jumhur ulama yang menjadikan qiyas sebagai dalil syara. Mereka menggunakan qiyas dalam hal-hal tidak terdapat hukumnya dalam nash al-Quran atau Sunnahdan dalam ijma ulama. Mereka menggunakan qiyas secara tidak berlebihan dan tidak melampui batas kewajaran.
    • Kelompok ulama Zahiriyah dan Syiah Imamiyah yang menolak penggunaan qiyas secara mutlak. Zhahiriyah juga menolak penemuan illat atas suatu hukum Dan tidak menganggap perlu mengetahui tujuan ditetapkannya suatu hukum syara.
    • Kelompok yang menggunakan qiyas secara luas dan mudah. Merekapun berusaha menggabungkan dua hal yang tidak terlihat kesamaan illat diantara keduanya, kadang-kadang memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada qiyas, sehingga qiyas itu dapat membatasi keumuman sebagian ayat Al-quran atau Sunnah.

Dalil yang dikemukakan jumhur ulama dalam menerima qiyas sebagai dalil syara adalah:

  • Dalil Al-Quran

Allah SWT memberi petunjuk bagi penggunaan qiyas dengan cara menyamakan dua hal sebagaimana terdapat dalam surat yasin ayat 78-79

Artinya:”Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang Telah hancur luluh?”Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.”

  • Dalil Sunnah

Hadis mengenai percakapan Nabi dengan uadz Ibn Jabal saat ia diutus ke Yaman untuk menjadi penguasa disana.
Nabi member petunjuk kepada sahabatnya tentang penggunaan qiyas dengan membandingkan antara dua hal, kemudian mengambil keputusan atas perbandingan tersebut.

  • Atsar Sahabat

Adapun argumentasi jumhur ulama berdasarkan atsar sahabat dalam penggunaan qiyas adalah;

    • Surat Umar ibn Khatab kepada Abu Musa al-Asyari sewaktu diutus menjadi qadhi di yaman.
    • Para sahabat Nabi banyak menetapkan pedapatnya berdasarkan qiyas. Misalnya contoh yang populer adalah kesepakatan sahabat menggangkat Abu Bakar menjadi khalifah pengganti Nabi.

Syarat-Syarat Qiyas

Syarat yang harus dipenuhi oleh rukun Qiyas ialah:

  • Ashal (pokok):

    • Adanya ashal harus lebih dahulu dari cabang (far’un);
    • Ashal sudah mempunyai hokum yang ditetapkan dengan nash.
  • Far’un (Cabang):

    • Adanya cabang tidak boleh dahulu dari dapa ashal. Seperti wudlu tidak sah diqiyaskan dengan tayamum karena perintah qudlu lebih dahulu dari tayamum;
    • cabang tidak mempunyai ketentuan hukum sendiri. Bila nash datang untuk cabang, maka diqiyaskan menjadi batal;
    • Illat yang terdapat pada cabang harus sama dengan illat yang terdapat pada ashal;
    • Hukum yang ditetapkan atas cabang harus sama dengan hukum ashal.
  • ’Illat (Titik persamaan/alasan):

    • Illat harus tetap berlaku. Manakala ada illat tentu ada hukum, dan tidak ada hukum bila illat tidak ada;
    • illat harus berpengaruh terhadap hukum. Artinya hukum harus terwujud ketika terdapat illat. Misalnya
    • illat memabukkan menjadikan haramnya minuman keras;
    • Illat harus terang dan tertentu. Misalnya bepergian menjadi illat bolehnya meng-qoshor shalat;
    • illat tidak berlawanan dengan nash. Bila terjadi illat menghasilkan hukum yang berlawanan dengan nash, maka nash yang didahulukan.

Rukun Qiyas

Berikut adalah rukun-rukun Qiyas :

  • Qiyas a. Al-ashlu (pokok)

Sumber hukum yang berupa nash-nash yang menjelaskan tentang hukum, atau wilayah tempat sumber hukum.Yaitu masalah yang menjadi ukuran atau tempat yang menyerupakan.

Para fuqaha mendefinisikan al-ashlu sebagai objek qiyas, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya (al-maqis ‘alaihi), dan musyabbah bih (tempat menyerupakan), juga diartikan sebagai pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash.

Imam Al-Amidi dalam al-Mathbu’ mengatakan bahwa al-ashlu adalah sesuatu yang bercabang, yang bisa diketahui (hukumnya) sendiri. Contoh, pengharaman ganja sebagai qiyâs dari minuman keras adalah keharamannya, karena suatu bentuk dasar tidak boleh terlepas dan selalu dibutuhkan Dengan demiklian maka al-aslu adalah objek qiyâs, dimana suatu permasalahan tertentu dikiaskan kepadanya.

  • Al-far’u (cabang)

Al-far’u adalah sesuatu yang tidak ada ketentuan nash. Fara’ yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan).

  • Al- Hukum

Al- Hukum adalah hukum yang dipergunakan Qiyas untuk memperluas hukum dari asal ke far’ (cabang). Yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara’ seandainya ada persamaan ‘illatnya.

  • Al-‘illah (sifat)

Illat adalah alasan serupa antara asal dan far’ ( cabang)., yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl, dengan adanya sifat itulah , ashl mempunyai suatu hukum. Dan dengan sifat itu pula, terdapat cabang disamakan dengan hukum ashl.

Qiyas : Pengertian, Rukun, Dalil, Unsur, Syarat Dan Pembagiannya


Macam Macam Pembagian Qiyas

Pembagian qiyas dapat dilihat dari berbagai segi sebagai berikut:

  • Pembagian qiyas dari segi kekuatan illat yang terdapat pada furu, dibandingkan pada ilat yang terdapat pada ashal.
    • Qiyas awlawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu lebih kuat dari pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan illat pada furu.
    • Qiyas musawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu sama keadannya dengan berlakunya hukum pada ashal karena kekuatan illatnya sama.
    • Qiyas adwan, yaitu yang yang berlakunya hukum pada furu lebih lemah dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashal meskipu qiuas tersebut memenuhi persyaratan.
  • Pembagian qiyas dari segi kejelasan illatnya
    • Qiyas jali, yaitu qiyas yang illlatnya ditetapkan dalam nash bersamaan dengan penetapan hukum ashal atau tidak ditetapkan illat itu dalam nash, namun titik pembedaan antara ashal dengan furu dapat dipastikan tidak ada pengaruhnya.
    • Qiyas khafi, yaitu qiyas yang illatnya tidak disebutkan dalam nash. Maksudnya diistinbatkan dari hukum ashal yang memungkinkan kedudukan illatnya bersifat zhanni.
  • Pembagian qiyas dari segi keserasian illatnya dengan hukum;
    • Qiyas muatsir, yang diibaratkan dengan dua definisi Pertama, qiyas yang illat penghubung antara ashal dan furu ditetapkan dengan nash yang syarih atau ijma. Kedua,qiyas yang ain sifat (sifat itu sendiri) yang menghuubungkan ashaldengan furu itu berpengaruh terhadap ain hukum.
    • Qiyas mulaim, yaitu qiyas yang illat hukum ashal dalam hubungannya dengan hukum haram adalah dalam bentuk munasib mulaim.
  • Pembagian qiyas dari segi dijelaskan atau tidaknya illat pada qiyas itu
    • Qiyas ma’na atau qiyas dalam makna ashal, yaitu qiyas yang meskipun illatnya tidak dijelaskan dalam qiyas namun antar ashal dengan furu tidak dapat dibedakan, sehingga furu itu seolah-olah ashal itu sendiri.
    • Qiyas illat, yaitu qiyas yang illatnya dijelaskan dan illat tersebut merupakan pendorong bagi berlakunya hukum dalam ashal.
    • Qiyas dilalah, yaitu qiyas yang illatnya bukan pendorong bagi penerapan hukum itu sendiri namun ia merupakan keharusan (kelaziman) bagi illat yang memberi petunjuk akan adanya illat.
  • Pembagian qiyas dari segi metode (masalik) yang digunakan dalam ashal dan dalam furu.
    • Qiyas ikhalah, yaitu qiyas yang illat hukumnya ditetapkan melalui metode munasabah dan ikhalah.
    • Qiyas syabah, yaitu qiyas yang hukum ashalnya ditetapkan melalui metode syabah.
    • Qiyas sabru, yaitu qiyas yang illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode sabru wa taqsim.
    • Qiyas thard, yaitu qiyas yang illat hukum ashalnya ditetapkan melalui thard.

Perbedaan Antara Ijtihad Dengan Qiyas

Ijtihad mengenai kejadia-kejadian baik yang ada nash, tetapi dzanni wurudnya dan dalalahnya dan yang tak ada nash. Ijtihad yang ada nash dzanni, adalah untuk menentukan apa yang harus kita pahami dan untuk mengetahui apakah itu ‘am atau khas. Dan kalau dia ‘am apakah dia masih tetap ‘am atau mutlaq atau mukayyad.

Ijtihad terhadap yang tidak ada nash ialah menetapkan hukumnya dengan jalan qiyas, istihsan, mashlahah mursalah, ataupun dengan dalil yang lain yang dibenarkan syara. Bidang qiyas ialah kejadian-kejadian yang tidak ada nash tetapi terdapat dalam syara, sesuatu pokok untuk diqiyaskan kepadanya.

Maka qiyas adalah sesuatu sumber ijtihad, sedang ijtihad itu lebih umum dari pada qiyas. Dan kadang pula ijtihad dengan qiyas dipandang sama. Diantara perbedaan-perbedaan ijtihad dengan qiyas ialah qiyas yidak dapat berlaku dalam bidang ibadah, hudud dan kafarat, sementara ijtihad dapat dilakukan disegala bidang.

Demikianlah ulasan dari Seputarpengetahuan.co.id tentang Qiyas, semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian. Terimakasih telah berkunjung dan jangan lupa untuk membaca artikel lainnya.

Daftar Isi